Review jurnal uns
UNS
UNS
UNS
UNS
UNS
https://jurnal.uns.ac.id/Basastra/article/view/37774
https://jurnal.uns.ac.id/Basastra/article/view/37774
https://jurnal.uns.ac.id/Basastra/article/view/37774
https://jurnal.uns.ac.id/Basastra/article/view/37774
https://jurnal.uns.ac.id/Basastra/article/view/37774
KUMPULAN PUISI KUAJAK KAU KE HUTAN DAN TERSESAT BERDUA
KARYA BOY CANDRA SEBAGAI MATERI AJAR:
GAYA BAHASA DAN DIKSI
NIM : K1519011
Angges Maylan Sari
Mahasiswa Program Studi ptb.uns.ac.id
Fakultas fkip.uns.ac.id
A. PENDAHULUAN
Karya sastra berisi tentang suatu
pandangan oleh penulis mengenai
kehidupan. Menurut Rokhmansyah, “karya
sastra dibagi menjadi tiga genre yaitu
puisi, prosa, dan drama” (Rokhmansyah,
2014:13-43). Karya sastra merupakan
karya yang bersifat imajinatif yang
diciptakan dengan media bahasa. Unsur
estetika dengan menggunakan bahasa
sangat ditonjolkan terutama karya sastra
puisi (Widyawati, 2017:86-90).
Kalangan remaja tidak asing dengan
karya sastra berbentuk puisi. Sebagian
besar siswa Sekolah Menengah Atas
berusia antara 15-17 tahun yang masuk ke
dalam usia remaja. Puisi adalah karya
sastra yang berisi ungkapan hati
menggunakan bahasa maupun kata yang
indah. Siswa Sekolah Menengah Atas
mulai memasuki masa pubertas, dimana
pertumbuhan emosionalnya sangat labil.
Mereka mulai menyertakan perasaannya
dalam menghadapi kehidupan dan telah
mengenal cinta. Puisi merupakan suatu
karya yang dapat dimanfaatkan untuk
menyalurkan atau mengungkapkan segala
bentuk perasaan.
Bahasa merupakan bahan baku
kesusastraan. Menurut Warren & Wellek,
“Bahasa dalam karya sastra memiliki
perbedaan dengan bahasa keseharian dan
bahasa ilmiah” (Warren & Wellek,
2014:13-16). Dalam karya sastra puisi,
bahasa dijadikan sebagai sarana utama
dalam mengungkapkan perasaan. Bahasa
sangat ditonjolkan dalam penulisan karya
sastra puisi (Teeuw, 2015:56-58). Bahasa
dalam karya sastra bersifat untuk
memperindah karya sastra tersebut.
Gaya bahasa adalah suatu cara
dalam menyampaikan gagasan dengan
bahasa yang terpilih sehingga dapat
menggambarkan bagaimana kepribadian
penulis (Keraf, 2007:112-113). Menurut
Achmadi, diksi adalah pemilihan kata-kata
untuk menyampaikan pemikiran maupun
perasaan dengan mempertimbangkan
keefektivitasan, ketepatan makna, dan
kesesuaian masalah, audiens, serta
kejadian (Achmadi, 1988:126-127). Gaya
bahasa dan diksi yang digunakan antara
penulis satu dengan penulis lainnya
berbeda. Oleh sebab itu, gaya bahasa dan
diksi dalam karya sastra puisi manarik
untuk dikaji.
Stilistika merupakan ilmu yang
mempelajari mengenai gaya. Gaya
merupakan suatu cara tertentu yang
dilakukan untuk mengungkapkan/
menyampaikan sesuatu agar sesuai dengan
tujuan yang ingin dicapai. Secara
tradisional, bentuk majas disamakan
dengan gaya bahasa. (Ratna, 2016:160-
165). Pendekatan stilistika meliputi gaya
bahasa, diksi, dan citraan. Dalam
penelitian ini akan dikaji tentang
penggunaan gaya bahasa dan diksi.
Peneliti memilih buku kumpulan
puisi Kuajak Kau ke Hutan dan Tersesat
Berdua karya Boy Candra dikarenakan
pemilihan bahasa dan kata-katanya
sederhana namun terangkai indah dan
penuh makna. Peneliti juga mengagumi
sosok penulis yang mampu menciptakan
karya sastra puisi dengan rangkaian kata
yang akrab dengan keseharian.
Kebanyakan puisi karya Boy Candra
bertemakan kisah percintaan. Oleh karena
itu, puisi-puisi Boy Candra mampu
menggambarkan kisah-kasih siswa
Sekolah Menengah Atas yang memasuki
masa-masa remajanya.
Buku Kuajak Kau ke Hutan dan
Tersesat Berdua karya Boy Candra
termasuk dalam dalam karya sastra puisi.
Buku kumpulan puisi tersebutpertama kali
diterbitkan pada tahun 2016. Buku tersebut
merupakan buku puisi pertama sekaligus
buku kedelapan Boy Candra yang telah
diterbitkan. Sebelum terbit buku puisi ini,
terdapat tujuh buku berupa novel yang
telah diterbitkan dan hampir semuanya
best seller.
Buku kumpulan puisi tersebut belum
pernah dikaji dengan kajian stilistika oleh
orang lain. Oleh karena itu, peneliti ingin
menjadikan buku tersebut sebagai objek
kajian dalam penelitiannya. Dalam sekolah
tingkat SMA, terdapat pelajaran mengenai puisi. Hal tersebut tertera di dalam silabus
bahasa Indonesia Kurikulum 2013 edisi
revisi kelas X Sekolah Menengah Atas.
Buku kumpulan puisi Kuajak Kau ke
Hutan dan Tersesat Berduadapat dijadikan
sebagai materi ajar dalam pembelajaran
menulis puisi kelas X SMA.
Penelitian ini relevan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Susilowati
dengan judul “Gaya Bahasa dalam Novel
Pesantren Impian Karya Asma Nadia”
(2016). Dalam penelitian yang dilakukan
oleh Susilowati, terdapat penggunaan gaya
bahasa perbandingan sebanyak 9 jenis
yaitu simile, metafora, personifikasi,
alegori, antitesis, pleonasme, dan tautologi.
Gaya bahasa metafora merupakan gaya
bahasa perbandingan yang paling dominan
dengan data sebanyak 32. Dalam penelitian
Susilowati banyak memperbandingkan dua
hal yang berbeda tanpa menggunakan kata
tertentu misalnya seperti, bak, ibarat, dan
lain sebagainya. Penggunaan gaya bahasa
metafora bertujuan untuk menambah nilai
estetik dan menggiring pembaca berlogika
agar makna yang ingin disampaikan
tercapai. Perbedaan penelitian ini dengan
penelitian Susilowati adalah objek yang
diteliti dalam penelitian ini adalah puisi
sedangkan objek dalam penelitian
Susilowati berupa novel. Selain itu, dalam
penelitian ini menganalisis gaya bahasa
dan diksi sedangkan penelitian oleh
Susilowati hanya menganalisis gaya
bahasa dan hasil analisisnya tidak
direlevansikan dengan pembelajaran di
sekolah.
Penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Fransori
yang berjudul “Analisis Stilistika pada
Puisi Kepada Peminta-minta Karya
Chairil Anwar” (2017).Persamaan
penelitian ini dengan penelitian oleh
Fransori adalah sama-sama menggunakan
objek kajian berupa puisi.Selain itu, diksi
yang paling dominan sama-sama berupa
diksi konotatif. Dalam penelitian Fransori,
diksi konotatif digunakan untuk
menyatakan makna puisi secara tidak
langsung sekaligus menciptakan efek
estetis.Perbedaan penelitian ini dengan
penelitian yang dilakukan oleh Fransori
adalah dalam penelitian ini hanya dikaji
mengenai gaya bahasa dan diksi sedangkan
penelitian Fransori terdapat analisis
mengenai pencitraan. Dalam penelitian ini
hasil analisis akan direlevansikan sebagai
materi ajar menulis puisi kelas X SMA,
sedangkan penelitian oleh Fransori tidak.
Penelitian ini memiliki persamaan
dengan penelitian yang dilakukan oleh
Lestari dengan judul “Kajian Stilistika
Kumpulan Puisi Asal Muasal Pelukan
Karya Candra Malik sebagai Materi Ajar
Bahasa Indonesia di Sekolah Menengah
Atas” (2017). Dalam penelitian ini, diksi
yang paling dominan adalah konotatif,
gaya bahasa paling dominan adalah
metafora, dan citraan yang paling banyak
ditemukan adalah imajinasi visual. Dalam
penelitian Lestari, diksi konotatif memiliki
fungsi untuk menggambarkan ekspresi
yang ingin disampaikan penyair dalam
puisinya dan menambah keindahan.Agar
imajinasi pembaca dapat
berkembang.Persamaan penelitian ini
dengan penelitian Lestari adalah sama-
sama mengkaji puisi dengan menggunakan
pendekatan stilistika. Kemudian hasil
penelitian tersebut akan direlevansikan
pada pembelajaran puisi untuk kelas X
SMA. Perbedaan penelitian ini dengan
penelitian Lestari adalah dalam penelitian
ini difokuskan untuk mengkaji gaya bahasa
dan diksi sedangkan penelitian Lestari
mengkaji gaya bahasa, diksi, dan citraan.
B. Tujuan Artikel Ilmiah
Bentuk penelitian ini adalah
deskriptif kualitatif. Pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan stilistika.
Menurut Bogdan dan Biklen (dalam
Rahmat, 2009:2), “penelitian kualitatif
merupakan prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa
ucapan atau tulisan dan perilaku orang-
orang yang diamati”. Pendekatan stilistika
merupakan pendekatan yang khusus
mengkaji gaya bahasa, diksi, dan citraan.
Dalam penelitian ini, buku kumpulan puisi inidigunakan pendekatan stilistika untuk
menganalisis gaya bahasa dan diksi.
Data dalam penelitian ini berupa
data kualitatif berupa kata-kata, frase,
ataupun kalimat yang terdapat pada buku
kumpulan puisi tersebut. Sumber data
dalam penelitian ini adalah dokumen
berupa naskah (teks) buku kumpulan puisi
Kuajak Kau ke Hutan dan Tersesat
Berdua. Selain itu, penelitian ini
menggunakan sumber data informan.
Peneliti menggunakan teknik
pengambilan sampel berupa purposive
sampling. Menurut Sugiyono, “Teknik
purosive sampling merupakan
pengambilan sampel sumber data dengan
pertimbangan tertentu” (Sugiyono,
2012:53-54). Teknik sampling tersebut
memiliki sifat selektif, yaitu dengan
memilih beberapa puisi dalam buku
kumpulan puisi Kuajak Kau ke Hutan dan
Tersesat Berdua. Selanjutnya,
menganalisis kata-kata yang terdapat
dalam puisi dan menggolongkannya ke
dalam gaya bahasa dan diksi sesuai dengan
konteks kalimat yang ada. Pemilihan
tersebut berdasarkan ciri-ciri tertentu yang
dianggap berkaitan dengan tujuan
penelitian.
Menurut Sugiyono, “teknik
pengumpulan data dibagi menjadi 4
macam yakni observasi, wawancara,
dokumentasi, dan triangulasi/gabungan”
(Sugiyono, 2012:62-85). Dalam penelitian
ini, data dikumpulkan dengan teknik
wawancara dan analisis dokumen/analisis
isi. Peneliti menguji validitas data
menggunakan trianggulasi data. Peneliti
memilih menerapkan teknik analisis data
interaktif. Menurut Huberman dan Milles,
“Teknik analisis data tersebut terdiri dari 3
komponen yaitu reduksi data, penyajian
data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi
(Miles & Huberman, 2007:16-19).
Komponen-komponen tersebut dilakukan
berkali-kali hingga data menjadi jenuh.
Antarkomponen tersebut saling
berhubungan. Oleh karena itu, 3 komponen
tersebut tidak dapat dipisahkan.
C. Pembahasan
Buku kumpulan puisi Kuajak Kau
ke Hutan dan Tersesat Berdua karya Boy
Candra berisi 120 puisi yang bertemakan
kisah percintaan anak muda. Dalam
penelitian ini dipilih 14 puisi untuk
dianalisis. Keempat belas puisi tersebut
antara lain: 1) Selfie, 2) Guru
Menggambar, 3) Seperti Ayah dan Ibu, 4)
Pulang untuk Meneleponmu, 5) Kuajak
Kau ke Hutan dan Tersesat Berdua, 6)
Tempat Akhir, 7) Aku Ingin Hidup Lebih
Lama, 8) Menginapdi Kotamu, 9) Di
Jembatan Siti Nurbaya, 10) Sehari
Sebelum Kau Datang ke Kotaku, 11)
Menemukan Rindu, 12) Kau Pagiku, 13)
Senja yang Menghadirkan Pelangi, dan
14) yang Terdalam. Keempat belas puisi
tersebut dipilih berdasarkan banyaknya
variasi penggunaan gaya bahasa. Selain
itu, 14 puisi tersebut memiliki makna yang
sesuai dengan tingkat usia anak kelas X
SMA.
Gaya Bahasa dalam Kumpulan Puisi
Kuajak Kau ke Hutan dan Tersesat
Berdua
Dalam penelitian ini ditemukan
penggunaan gaya bahasa perbandingan,
penegasan, dan pertentangan. Gaya bahasa
perbandingan yang ditemukan ada 83 data
yang terdiri dari metafora (37), simile (15),
personifikasi (12), sinestesia (9), hiperbola
(5), eponim (3), onomatope (1), dan
eufinisme (1). Gaya bahasa penegasan
yang ditemukan ada 24 data antara lain
asindenton (6), retoris (4), epizeukis (3),
elipsis (2), klimaks (2), kiasmus (1),
anafora (1), koreksio (1), paralelisme (1),
simploke (1), silepsis (1), dan anagram (1).
Gaya bahasa pertentenagan yang
ditemukan sejumlah 4 data yang berupa
antitesis. Berikut ini akan dipaparkan
mengenai penggunaan gaya bahasa yang
ditemukan dalam buku kumpulan puisi
Kuajak Kau ke Hutan dan Tersesat
Berdua. Metafora
Dalam penelitian ini ditemukan
gaya bahasa metafora sebanyak 37 data,
salah satunya yaitu:
“Sesekali aku ingin selfie”
(Selfie, hal. 1 baris 1)
Data di atas termasuk dalam
penggunaan majas metafora. Hal tersebut
dikarenakan terdapat kata selfie. Arti dari
kata selfie adalah memotret diri dengan
menggunakan kamera. Namun dalam puisi
ini, kata selfie diartikan sebagai introspeksi
diri. Jadi, penulis ingin mengumpamakan
seseorang yang melakukan introspeksi diri
sama dengan orang yang melakukan selfie.
Ketika orang selfie maka ia akan melihat
penampilannya secara fisik dan
mengetahui apa yang perlu dibenahi sama
seperti introspeksi diri yang dapat
memahami apa yang baik dan kurang
dalam bersikap dan bertingkah laku.
Simile
Dalam penelitian ini ditemukan
gaya bahasa simile sebanyak 15 data, salah
satunya yaitu:
“Kelak, aku ingin menjadi seperti ayahku.”
(Guru Menggambar, hal. 7 baris 20)
Kutipan di atas termasuk dalam
penggunaan gaya bahasa simile. Hal
tersebut dikarenakan ditemukan kata
seperti.Arti dari penggalan puisi di atas
adalah sosok aku (penulis) suatu saat ingin
menjadi seperti ayahnya. Sosok sang ayah
memiliki sifat dan perilaku baik yang ingin
diteladani seperti kerja keras, penuh kasih
sayang, pantang menyerah, setia, dll.
Personifikasi
Dalam penelitian ini ditemukan
gaya bahasa personifikasi sebanyak 12
data, salah satunya yaitu:
“Aku sudah berkejar-kejaran
dengan lampu jalan,
saling mendahului agar
Segera sampai di rumah,
lalu meneleponmu.”
(Pulang untuk Meneleponmu, hal. 23 baris
1-5)
Data di atas menggunakan gaya
bahasa personifikasi karena terdapat benda
yang tidak memiliki nyawa seolah
melakukan pekerjaan seperti manusi.
Lampu jalan merupakan benda mati,
namun dalam puisi ini lampu jalan seolah
dapat berlari. Lampu jalan seolah berkejar-
kejaran dengan sosok aku agar segera
sampai di rumah.
Sinestesia
Dalam penelitian ini ditemukan
gaya bahasa personifikasi sebanyak 9 data,
salah satunya yaitu:
“Aku akan menikmati cantiknya kamu
tanpa make up”
(Kuajak Kau ke Hutan dan Tersesat
Berdua, hal. 38 baris 5)
Penggalan puisi di atas termasuk
dalam penggunaan gaya bahasa sinestesia
karena terdapat citraan penglihatan.
Citraan tersebut ditunjukkan dengan kata
”cantiknya kamu tanpa make up”,
pembaca seakan dapat membayangkan
wajah kekasih sosok aku dengan tanpa
menggunakan make up.
Hiperbola
Dalam penelitian ini ditemukan
gaya bahasa hiperbola sebanyak 5 data,
salah satunya yaitu:
“Sebab, di dadaku aliran darah pun
sudah disita oleh kamu saja.”
(Tempat Akhir, hal. 41 baris 12-13)
Kutipan di atas termasuk
penggunaan gaya bahasa hiperbola karena
terdapat efek melebih-lebihkan dari apa
yang sebenarnya terjadi. Maksud dari
penggalan puisi di atas adalah sosok aku
tidak akan berpaling ke orang lain, karena
ia sudah menentukan pilihan kepada
kekasihnya. Sosok aku merasa dirinya
sudah dimiliki sepenuhnya oleh
kekasihnya sampai digambarkan dengan
aliran darah pun disita oleh kekasihnya.
Eponim
Dalam penelitian ini ditemukan
gaya bahasa eponim sebanyak 3 data, salah
satunya yaitu:
“Di Jembatan Siti Nurbaya sore itu.”
(Di Jembatan Siti Nurbaya, hal. 66
baris 1)
Kutipan puisi di atas termasuk
dalam penggunaan gaya bahasa eponim
karena terdapat nama yang menyatakan
ciri tertentu. Nama tersebut adalah
Jembatan Siti Nurbaya yang dengan
menyebutnya saja kita mengetahui bahwa
jembatan tersebut berkaitan dengan kisah
Siti Nurbaya. Jembatan tersebut berada di
Padang, Sumatera Barat yaitu asal kisah
legenda Siti Nurbaya.
Onoatope
Dalam penelitian ini ditemukan
gaya bahasa onomatope sebanyak 1 data,
yaitu:
“Jantung yang berdetak tenang.”
(Senja yang Menghadirkan Pelangi, hal.
115 baris 13)
Penggalan puisi di atas merupakan
penggunaan gaya bahasa onomatope
karena terdapat tiruan bunyi. Berdetak
merupakan tiruan bunyi seperti berdetik,
tetapi lebih berat.Makna penggalan puisi di
atas adalah jantung berbunyi tenang.
Eufinisme
Dalam penelitian ini ditemukan
gaya bahasaeufinisme sebanyak 1 data,
yaitu:
“Ayah selalu mencintai ibuku, bahkan saat
ibu
sudah ke surga, seringkali di dalam malam
yang buta-
ayah melihat ibu dalam doa.
(Seperti Ayah dan Ibu, hal. 13 baris 15-17)
Kutipan di atas termasuk dalam
penggunaan gaya bahasa eufinisme karena
terdapat persamaan kata yang dianggap
lebih halus sehingga tidak menyakiti hati
seseorang. Kata tersebut adalah sudah ke
surga yang memiliki arti sama dengan
sudah mati.
Asindenton
Dalam penelitian ini ditemukan
gaya bahasa asindenton sebanyak 6 data,
salah satunya yaitu:
“Aku menemukan rindu di mata burung
hantu,
di dalam warung makan, di meja belajar,
di awan-awan dan angan-angan.”
(Menemukan Rindu, hal. 100 baris 1-3)
Penggalan puisi di atas termasuk
dalam penggunaan gaya bahasa asindenton
karea terdapat penjelasan berturut-turut.
Maksud dari penggalan puisi di atas adalah
si aku (penulis) sangat merindukan
kekasihnya, sampai-sampai kemanapun dia
pergi selalu teringat kekasihnya saat
melihat mata burung hantu, warung
makan, meja belajar, awan-awan, dan
angan-angan.
Retoris
Dalam penelitian ini ditemukan
gaya bahasa retoris sebanyak 4 data, salah
satunya yaitu:
“Sedang apa kau di sana?”
(Pulang untuk Meneleponmu, hal. 23 baris
15)
Penggalan puisi di atas memanfaatkan
efek retoris karena berbentuk pertanyaan
yang tidak membutuhkan jawaban.
Pertanyaan tersebut menggambarkan sosok
penulis yang sedang cemas dengan
kekasihnya, mengkhawatirkan apakah
kekasihnya dalam keadaan baik-baik saja
atau sedang dalam masalah.
Epizeukis
Dalam penelitian ini ditemukan
gaya bahasa epizeukis sebanyak 3 data,
salah satunya yaitu:
“Mengertilah, tak ada baiknya membahas
dia, dia, dan dia.”
(Tempat Akhir, hal. 41 baris 11)
Penggalan puisi di atas termasuk
dalam penggunaan gaya bahasa epizeukis
karena terdapat kata yang diulang terus-
menerus. Kata dia diulang terus-menerus
karena dianggap penting. Maksud dari
penggalan puisi di atas adalah sosok aku
tidak ingin membahas orang lain lagi
karena perhatiannya hanya untuk
kekasihnya saja tidak untuk orang lain lagi.
Elipsis
Dalam penelitian ini ditemukan
gaya bahasa elipsis sebanyak 2 data, salah
satunya yaitu:
“berkali-kali”
(Yang Terdalam, hal. 123 baris 5)
Kutipan di atas merupakan
penggunaan gaya bahasa elipsis. Hal
tersebut dikarenakan meskipun kalimatnya
tidak lengkap, pembaca mengerti
maknanya.Maksud dari berkali-kali adalah
sosok aku (penulis) selalu merasakan jatuh
cinta berkali-kali kepada kekasihnya.
Klimaks
Dalam penelitian ini ditemukan
gaya bahasa klimaks sebanyak 2 data,
salah satunya yaitu:
“Aku masih lelaki yang mencintaimu sejak
hari itu,
hingga hari ini, hingga esok dan kita tak
tahu lagi
rasanya udara pagi.”
(Sehari Sebelum Kau Datang ke Kotaku,
hal. 84 baris 12-14)
Penggalan puisi di atas termasuk
gaya bahasa klimaks karena terdapat
pernyataan-pernyataan yang menuju
puncak. Makna dari penggalan puisi di atas
adalah sosok aku (penulis) akan selalu
mencintai kekasihnya dari saat dulu
pertama menjalin hubungan, sekarang,
sampai esok saat ia tidak lagi bernyawa.
Kiasmus
Dalam penelitian ini ditemukan
gaya bahasa kiasmus sebanyak 1 data,
yaitu:
“cantiknya kamu yang membasuh muka di
mata air,
sesekali mengelap air mata.”
(Kuajak Kau ke Hutan dan Tersesat
Berdua, hal. 56 baris 6-7)
Penggalan di atas termasuk dalam
penggunaan gayaa bahasa kiasmus karena
terdapat kata yang diulang dengan bentuk
a-b-b-a. Kata mata diumpamakan a dan air
diumpamakan b. Bentuk pertama adalah
mata air (a-b) yang berarti sumber air.
Sedangkan perulangannya adalah air mata
(b-a) yang berarti air yang keluar dari mata
(tangisan).
Anafora
Dalam penelitian ini ditemukan
gaya bahasa anafora sebanyak 1 data,
yaitu:
“Semuanya adalah hal-hal yang alami.
Semuanya adalah hal-hal yang tidak
akan kau temui di kota-kota hidup
yang selalu diisi orang-orang mati.”
(Kuajak Kau ke Hutan dan Tersesat
Berdua, hal. 38 baris 18-21)
Penggalan puisi di atas termasuk
dalam penggunaan gaya bahasa anafora
karena terdapat kata yang sama diulang di
awal kalimat. Kata tersebut adalah “semua
adalah hal-hal yang ....”. hal tersebut
bertujuan untuk menegaskan sesuatu yang
ingin disampaikan penulis.Koreksio
Dalam penelitian ini ditemukan
gaya bahasa koreksio sebanyak 1 data,
yaitu:
“namun tak pernah menang.
Pernah hanya hampir menang.”
(Guru Menggambar, hal. 6 baris 5-6)
Penggalan puisi di atas termasuk
dalam penggunaan gaya bahasa koreksio.
Hal tersebut dikarenakan terdapat
pernyataan yang perbaiki karena dianggap
salah. Pernyataan pertama yaitu aku
(penulis) mengatakan bahwa ia tak pernah
menang saat mengikuti lomba. Namun
pernyataan tersebut diperbaiki menjadi aku
(penulis) pernah hampir menang saat
mengikuti lomba.
Paralelisme
Dalam penelitian ini ditemukan
gaya bahasa paralelisme sebanyak 1 data,
yaitu:
“Sesekali aku ingin selfie untukmu,
Bukan dengan kamera. Namun dengan
matamu,
Beberapa sentimeter di depan wajahmu.”
(Selfie, hal. 1 baris 11-13)
Kutipan di atas dapat
dikategorikan dalam penggunaan gaya
bahasa paralelisme dikarenakan terdapat
kata yang setara. Kata “dengan kamera”
dan kata “dengan matamu” memiliki
fungsi yang sama. Dalam puisi Selfie, dua
kata tersebut memiliki fungsi yang sama
yaitu sebagai keterangan alat.
Simploke
Dalam penelitian ini ditemukan
gaya bahasa simploke sebanyak 1 data,
yaitu:
“Menjadi dahan yang akan menopang
letihmu,
menjadi awan yang penuh kasih
melindungimu
Menjadi puisi yang kau dengar setiap
malam
sebelum tidurmu.”
(Aku ingin Hidup Lebih Lama, hal. 56
baris 10-13)
Terdapat penggunaan gaya bahasa
simploke dalam penggalan puisi tersebut.
Dapat dilihat dari persamaan kata pertama
dan terakhir dalam setiap baris. Kata
menjadi diulang terus menerus di awal
kalimat dan mu diulang terus menerus di
akhir kalimat.
Silepsis
Dalam penelitian ini ditemukan
gaya bahasa silepsis sebanyak 1 data,
yaitu:
“Jalan-jalan ramai dengan kendaraan,
dengan pelukan, dengan kesepian
dan usaha untuk sebuah kesiapan.”
(Menginap di Kotamu, hal. 62 baris 14-16)
Penggalan puisi di atas termasuk
dalam penggunaan gaya bahasa silepsis
karena terdapat satu kata yang memiliki
makna banyak dalam konstruksi sintaksis
yang berbeda. Kata jalan-jalan ramai
memiliki banak makna.Jalan-jalan ramai
dengan kendaraan berarti jalanan benar-
benar ramai karena banyaknya kendaraan
yang berlalu lintas.Jalan-jalan ramai
dengan pelukan maksudnya banyak orang
yang menjalin hubungan.Jalan-jalan ramai
dengan kesepian maksudnya banyak orang
yang sedang merasa kesepian.Jalan-jalan
ramai dengan usaha untuk kesiapan
maksudnya banyak orang yang sedang
berjuang untuk memantapkan niat.
Anagram
Dalam penelitian ini ditemukan
gaya bahasa anagram sebanyak 1 data,
yaitu:
“pada hujan yang ramah dan badai yang
marah”
(Menemukan Rindu, hal. 100 baris 7)
Penggalan puisi di atas termasuk
dalam penggunaan gaya bahasa anagram
karena terdapat dua kata yang memiliki
jumlah dan jenis huruf yang sama namun
susunannya berbeda sehingga memiliki
makna yang berbeda. Kata tersebut adalah
ramah dan marah.Arti kata ramah adalah
baik hati sedangkan marah berarti sedang
emosi dan sangat tidak senang.
Antitesis
Dalam penelitian ini ditemukan
gaya bahasa antitesis sebanyak 4 data,
salah satunya yaitu:
“sebagai segala hal bahagia dan sedih
yang jatuh di semesta yang belum sudah.”
(Kau Pagiku, hal. 104 baris 3-4)
Penggalan puisi di atas termasuk
dalam penggunaan gaya bahasa antitesis
karena ditemukan beberapa kata yang
berarti berlawanan. Makna kata bahagia
bertentangan dengan makna kata sedih.
Bahagia berarti keadaan bersuka cita.
Sedangkan kata sedih berarti keadaan yang
tidak baik, merasa pilu.
Diksi dalam Buku Kumpulan Puisi
Kuajak Kau ke Hutan dan Tersesat
Berdua
Dalam buku kumpulan puisi
Kuajak Kau ke Hutan dan Tersesat
Berduaditemukan penggunaan diksi
konotatif dan denotatif. Diksi yang paling
dominan adalah diksi konotatif. Hal
tersebut dikarenakan dalam menyampaikan
makna dalam puisinya secara tidak
langsung. Makna yang ingin disampaikan
tersirat dalam kata-kata yang telah dipilih.
Berikut ini akan dipaparkan mengenai
diksi konotatif dan denotatif yang
ditemukan dalam buku kumpulan puisi
tersebut.
Diksi Konotatif
Dalam penelitian ini ditemukan
diksi konotatif sebanyak 72 data, salah
satunya yaitu:
“Menjadi penduduk tanpa perlu
menjatuhkan orang lain untuk duduk.”
(Kuajak Kau ke Hutan dan Tersesat
Berdua, hal. 38 baris 13-14)
Dalam penggalan puisi di atas
terdapat penggunakan diksi konotatif
karena terdapat makna lain yang ingin
disampaikan. Penggalan puisi menjadi
penduduk tanpa mernjatuhkan orang lain
untuk duduk maksudnya adalah bukan
duduk di tempat duduk, namun berkaitan
dengan kedudukan/jabatan. Maksudnya
mendapatkan kekuasaan tanpa perlu
mencurangi orang lain. Sehingga
kekuasaan tersebut maksudnya diraih
karena benar-benar memiliki kemampuan.
Diksi Denotatif
Dalam penelitian ini ditemukan
diksi denotatif sebanyak 5 data, salah
satunya yaitu:
”Aku pernah ikut lomba balap karung,
makan kerupuk, tarik tambang,
namun tak pernah menang.
Pernah hanya hampir menang.”
(Guru Menggambar, hal. 6 baris 3-6)
Penggalan puisi di atas termasuk
dalam penggunaan diksi denotatif karena
kata-kata yang digunakan merupakan kata-
kata konkret. Tidak terdapat maksud lain
dari yang telah diungkapkan. Maksud dari
penggalan puisi di atas adalah ingin
mengungkapkan bahwa sosok aku
(penulis) di kala masih kanak-kanak
pernah mengikuti lomba balap karung,
makan kerupuk, tarik tambang namun ia
tidak pernah menang.
Relevansi Buku Kumpulan Puisi Kuajak
Kau ke Hutan dan Tersesat Berdua
sebagai Materi Ajar Menulis Puisi Kelas
X SMA
Penelitian mengenai analisis gaya
bahasa dan diksi dalam buku kumpulan
puisi Kuajak Kau ke Hutan dan Tersesat Berdua karya Boy Candra memiliki
relevansi dalam pembelajaran puisi kelas
X SMA. Hal tersebut berdasarkan pada
silabus kurikulum 2013 edisi revisi
pembalajaran bahasa Indonesia kelas X
pada KD 3.17 yaitu menganalisis unsur-
unsur pembangun puisi dan 4.17 menulis
puisi dengan memerhatikan unsur
pembangunnya. Unsur pembangun yang
dimaksud antara lain adalah diksi, imaji,
kata konkret, gaya bahasa, rima/irama,
tipografi, tema, rasa, nada, dan amanat.
Kriteria materi ajar yang baik
menurut Iskandarwassid itu ada empat.
Kriteria tersebut antara lain adalah a)
sebaiknya tepat (valid) dengan tujuan
pengajaran, b) berguna bagi kehidupan, c)
menarik bagi peserta didik, dan d) sesuai
dengan kemampuan peserta didik
(Iskandarwassid, 2013:219-222). Buku
kumpulan puisi Kuajak Kau ke Hutan dan
Tersesat Berdua berdasarkan kriteria
tersebut termasuk dalam materi ajar yang
baik.
Berdasarkan hasil wawancara dari
beberapa narasumber didapat informasi
bahwa buku kumpulan puisi Kuajak Kau
ke Hutan dan Teresesat Berdua memenuhi
kriteria materi ajar yang baik.Oleh karena
itu, buku puisi karya Boy Candra tersebut
dapat dijadikan sebagai materi ajar dalam
pembelajaran puisi kelas X SMA.
D.SIMPULAN
Penggunaan gaya bahasa dalam buku
kumpulan puisi Kuajak Kau ke Hutan dan
Tersesat Berdua bervariasi. Dalam buku
kumpulan puisi tersebut ditemukan tiga
penggunaan gaya bahasa yakni gaya
bahasa perbandingan, penegasan, dan
pertentangan. Tidak terdapat penggunaan
gaya bahasa sindiran. Gaya bahasa yang
paling dominan adalah gaya bahasa
perbandingan sebanyak 8 jenis gaya
bahasa yang meliputi 1) metafora, 2)
simile, 3) personifikasi, 4) sinestesia, 5)
hiperbola, 6) Eponim, 7) Onomatope, dan
8) Eufinisme. Gaya bahasa metafora
berjumlah 37 ungkapan merupakan jenis
gaya bahasa perbandingan yang terbanyak
dalam puisi ini.Penggunaan gaya bahasa
metafora dalam puisi ini dikarenakan
penyair ingin mengembangkan imajinasi
pembaca yang berkaitan dengan logika,
agar makna yang ingin disampaikan dalam
puisinya dapat tercapai dan menambah
nilai keindahan dalam puisi
Penggunaan diksi yang ditemukan
dalam buku kumpulan puisi Kuajak Kau ke
Hutan dan Tersesat Berdua berupa diksi
denotatif dan diksi konotatif. Diksi yang
paling dominan adalah diksi konotatif
sebanyak 72 ungkapan. Diksi konotatif
berfungsi untuk menyatakan makna puisi
secara tidak langsung dan menambah nilai
estetik
Buku kumpulan puisi Kuajak Kau ke
Hutan dan Tersesat Berduadapat dijadikan
sebagai materi ajar menulis puisi kelas X
SMA. Hal tersebut berdasarkan kesesuaian
buku kumpulan puisi dengan kriteria
materi ajar yang baik dan layak menurut
penilaian buku pengayaan kepribadian.
Aspek yang dinilai antara lain berdasarkan
segi materi, penyajian, bahasa, dan grafika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar